Kamis, 15 Desember 2011

Cintailah Cintamu.........

 
Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.
Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.
Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.
“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi,  ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.
Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat  pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya  dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.
Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.
Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!
Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.
Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”
Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”
Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

Selasa, 13 Desember 2011

Saudara adalah harta terindah.....


Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku. Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu ditangannya. Siapa yang mencuri uang itu? Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!
Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, Ayah, aku yang melakukannya!

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus-menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas.

Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal
memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu! Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus.
Saya mendengarnya memberengut, Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik hasil yang begitu baik Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus? Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku. Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai! Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.

Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimimu uang. Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai
ke tahun ketiga (di universitas).

Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana! Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku? Dia menjawab, tersenyum, Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu? Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga!

Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu. Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!

Tetapi katanya, sambil tersenyum, Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan
sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. Apakah itu sakit? Aku menanyakannya. Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.

Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini. Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.

Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi. Suatu hari, adikku di atas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. Pikirkan kakak iparia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan? Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah, Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!
Mengapa membicarakan masa lalu? Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29. Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi? Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, Kakakku.

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sendoknya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku. Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.

Bisakah kita memiliki jiwa besar seperti si adik yang seperti dalam cerita, tapi bagaimanapun, yang namanya Saudara patut kita jaga dan kita hormati, apakah itu seorang adik atau seorang kakak. Karena apa arti hidup kalau tidak bisa membahagiakan sodara dan keluarga kita.

5 ARTIS YANG TAK PERNAH DI AKUI DUNIA

1. MICHAEL" IPING" F.
Terlahir di kalangan keluarga berada, semasa kecil sudah menunjukan bakat akting yang mengagumkan, setelah lulus High School dia mulai tampil di hadapan publik,,
Telah banyak membintangi sejumlah film mulai dari drama korea, action, hingga ekspedisi ghaib, namun semasa karirnya dia tak mau terlalu banyak di sorot media sehingga masyarakat tak terlalu mengenal sosoknya,,,
dalam sejarah dia telah mencatat membintangi 1342 judul film, kebanyakan dia mendapat peran sebagai pemuda yang tampan yang sering merebut kekasih orang lain, namun selalu berakg=hir tragis,, seperti di tembak,dihukum,di buang, di pancung,,, kasihan.......

2. KEVIN A ONISELS
Sosok yang misterius,, itulah yang sering di ungkapkan untuk menggambarkan Kevin, dia tergolong pemuda yang cerdas, kreativ, semasa mudanya dia mendapatkan berbagai poenghargan di berbagai ajang,, karena kemahiranya dalam ber akting, namun sayang  ketenaranya tak berlangsung lama, dia memutuskan untuk berhenti di dunia film dan memilih untuk mengajar agama di daerah palestina,,,
film yang pernah di bintanginya, The Texas, Escape from Beringin, Ring of Devil, King Kevin, masih banyak lagi untuk di sebutkan,,,, yang paling populer adalah,,  The Boy from the Hell..

3.  KIM YONG HUN
salah satu pemeran di film tokyo drif,, dan juga rekan main Kevin A,  lahir di korea 16 maret 1989, dan secara resmi menjadi ikon untuk makanan berserat tinggi di amerika
dia mulai merambah dunia akting di umur 8 tahun, waktu itu dia berperan sebagai adik dari Kevin A dalam film TWO BROTHER yang tercatat  sebagai film terlaris di dunia yang meraup keuntungan 675 juta US$.

4. VIAN THOMAS MARIOT
sukses membintangi di banyak film box office,, dia berhasil membeli rumah di kawasan elit himalaya serta mobil Lamborgini seharga 6 milyar,,
peran penting yang banyak mengumpulkan banyak pundi kepadanya yaitu, Smeagol di film Lord of the Rings, kercaci di film Harry Potter, mayat hidup di Mumy return,,
sebagian peran yang di lakoninya kebanyakan sebagai tokoh-tokoh fiktif yang tak memerlukan olah muka asli dia, seperti mahluk" mitologi serta mayat dan zombie,,,

5.THE LORD of DANU

pemain dengan bayaran tertinggi sepanjang sejarah,, dia tercatat oernah di bayar 30 milyar untuk sekali judul film dengan catatan di pancung,, asli,, di potong kepalanya,,,
dengan segala kerendahan hati dia menolak secara halus dengan perkataan yang sangat mulia" saya memang jelek namun hidup saya lebih berharga dari uang"
dia juga mendapat banyak trofi dalam BAD AWARD 2009.



Sabtu, 10 Desember 2011

cara mudah biar cowok keliatan cool di depan cewek

Pertama, dalam dunia cowok penampilan fisik tu perlu di perhatikan, rapi , style, terlihat keren tu bukan berarti harus kluarin biaya yang banyak,,,
bayangin,, ketika kamu bertemu seorang cewek,,,
apa yang pertgama di lihat si cewek itu....................?
penampilan dan fisik,,,
ni sedikit trik n tips biar kamu kliatan enjoy dan cool kalo pas ketemu ma cewek
  • bila kamu memiliki type rambut yang terbilang lurus usahakan selalu pake minyak rambut saat bepergian,, kan kamu  gag mau ketika ketemu ma cewek dalam keadaan yang konyol banget,, acak-acakan kayak orang abis tenggelam,,, ketika kamu terlihat rapi, disitulah nilai tambah kamu di mata sang cewek,,
  • biasanya bagi cowok yang punya rambut kriting akan cuek dengan urusan menata rambutnya,mereka cenderung membiarkan rambut mereka kering ,acak acakan , namun hal ini salah besar,,bayangin kalo ada seorang cewek trus  ketemu ma  cowok  dan cowok itu terlihat seperti orang yang habis nyari rumput seharian (soalnya keliatan kucel en gag enak diliat) ,, alhasil mau gag cewek tersebut kalo di ajak kenalan,,, 100% nolak,,,.. minimal kan bagi kamu yang punya rambut kriting tu di usahain jangan terlalu panjang,, yach, biar sedikit stylis, cewek pasti seneng.
  • nah ini masalah pakaian,, usahain pake pakaian yang cocok ma tubuh kamu,, kalo kamu bertubuh besar itu sich gampang, kamu tinggal pake pakaian yang agak longgar, gag terlalu ketat,, hasilnya badan kamu bakalan sedikit keliatan berbentuk, walawpun kamu gag suka olahraga,, jika badan kamu kecil pas nya pake pakaian yang agak ketat,, itu bikin kamu kliatan gag seperti mayat idup yang kegedean seragam,, kalo pake jaket usahain dilipet setengah lengan, tu kan kliatan kalo kamu gag kurus-kurus banget,
  • terakhir,muka,, kalo uda nyangkut masalah ini sih cuma takdir yang bisa ngrubah,, tapi kan minimal kita bisa bikin biar wajah kita tu sedikit kliatan keren,,, usahain ketika ketemu cewek banyakin senyum, gag usah terlalu cerewet, stay cool,, gag kringetan apalagi gemeteran,, aduuh,,,,,. ngomongin yang perlu aja, gag usah terlalu sok akrab banget,, en yang pasti kamu harus selalu asyik en nyambung kalo di ajak ngomong,,
di jamin kamu bakalan gampang deh dapet cewek,, yach minimal bisa kenalan en deket,,,,,,,
satu lagi, gag usah terlalu narsis,, cos cewek  enek liat  cowok yang kayak gitu,,

Jumat, 09 Desember 2011

kasihan kami yang miskin

nasib yang sudah digariskan tuhan memang tidak ada yang bisa menebak. Begitu juga soim. Selama hidupnya, ia tidak mengira harus mengalami sakit selama 23 tahun. Kaki sebelah kanannya mengalami pembengkakan.



pagi kemarin sekitar pukul 08.00, suasana dusun mejeruk desa karang diyeng kecamatan kutorejo terlihat ramai.

Hampir sebagian warga mulai beraktfitas dengan pergi ke sawah untuk mulai menanam padi.


Bahkan, sebagian warga sudah mulai pergi ke pasar untuk mulai berjualan sejak pukul 06.00.


Diantara deretan rumah berukuran sedang di desa tersebut, sebuah rumah dengan dinding dari bambu berdiri.


Dua tiang bambu yang berada didepan rumah sebagai penyangga genteng terlihat tidak lurus.


Dari kejauhan, rumah dengan alas dari tanah ini terlihat seakan-akan hampir rubuh. Jika dilihat dari luar, rumah yang memang tidak layak untuk dihuni ini terlihat gelap.


Seakan-akan tidak ada seorang pun yan menghuni.


Namun di rumah inilah soim menmghabiskan hari-harinya. Tanpa aktifitas dan tanpa kegiatan apapun, soim hanya bisa menahan sakit di kaki kanannya selama puluhan tahun.


Selama 23 tahun, lelaki berusia 46 ini tidak dapat lagi bekerja. Untuk bisa makan, ia hanya bisa mengandalkan kakaknya, miatun, seorang perempuan berusia 55 tahun yang tidak mengenal letih mengasuh adik keduanya itu.


Dengan mengandalkan dua tongkat yang digunakannya untuk membantu berjalan, soim pun keluar dari kamarnya yang gelap menuju ruang tamu untuk menemui koran ini.


‘’saya kalau jalan memang lama, maklum kalau jalan terasa perih,’’ katanya sambil mengatur tempat duduk yang terbuat dari plastik.


Saat ditemui, badan lelaki yang mulai berkeriput ini sangat kurus. Matanya sayu dan tatapannya kosong.


Kaki kanannya mengalami pembengkakan hingga berdiameter kurang lebih 20 cm. Ia mengaku tidak dapat meluruskan kakinya.


Entah penyakit apa yang diderita lelaki yang telah memiliki satu anak ini. Ia sendiri tidak mengetahui.


Yang ia inginkan hanyalah bisa sembuh dan dapat bekerja untuk mengurangi ketergantungan dengan orang lain.


Dengan nada bicara yang pelan, soim pun bercerita asal mula ia terkena penyakit yang menurutnya aneh tersebut.


‘’awalnya sekitar 23 tahun lalu, saya mengendarai sepeda pancal untuk bekerja ke sawah, sepulangnya saya kepeleset dan terjatuh,’’ katanya.


Kecelakaan kecil itulah yang mengubah garis hidupnya secara drastis. Akibat terjatuh dari sepeda, ia mengalami luka lecet di kaki kanannya.


‘’luka lecet di kaki saya sudah diobati begitu jatuh, saya bersihkan dahulu lalu saya beri obat merah,’’ katanya.


Namun rupanya usaha mengobati lukanya tidak berhasil. Luka yang awalnya kecil lambat laun membesar. Setiap malam, soim merasa nyeri di kaki kanannya.


Namun karena dipikirnya tidak berbahaya, ia hanya mengobati dengan obat merah biasa yang didapatnya dari apotik.


Tanpa disadari, kaki kanannya terus membesar. Awalnya hanya sebesar kelereng. Namun setelah satu minggu, pembengkakan di kakinya mencapai bola sepak.


Di bagian ujung lukanya terdapat seperti tonjolan kecil. Di toonjolan inilah setiap malam selalu mengeluarkan nanah yang beraroma tidak sedap. Ia pun mulai kebingungan dengan kondisinya.


Sadar penyakit yang hinggap dikakinya adalah penyakit serius, ia pun mulai mendangi puskesmas terdekat.


Namun setelah berulang kali mendatangi puskesmas, pembengkakan di kakinya tidak mengalami perubahan.


Merasa patah arang dengan pengobatan medis, ia pun beralih ke pengobatan altenatif. Berbagai macam ahli pengobatan alternartif, tabib bahkan dukun dicobanya.


Namun lagi-lagi usahanya tidak ada hasilnya sama sekali. Ia pun semakin tidak tahu apa yang harus dilakukan. ‘’kalau dibawa ke rumah sakit, jujur saja kami tidak ada biayanya, karena kami orang miskin,’’ jelasnya.


Cobaan pun semakin datang mendera dirinya. Selain luka yang semakin parah, ia juga harus kehilangan istri karena pergi meninggalkan dirinya.


Istri soim yang diharapkannya mampu mengurangi beban penderitaannya akhirnya memutuskan menjauh dari soim karena tidak sanggup melihat penderitaannya.


‘’yang saya dengar, istri saya sekarang sudah menikah dengan orang lain, padahal saya tidak ingin cerai,’’ katanya dengan suara lirih.


Namun meski begitu, ia selalu berusaha tegar dengan apa yang dialaminya. Kini, keseharian soim hanya dihabiskan di rumah kecil milik ibunya.


‘’mau bekerja juga sudah tidak bisa, saya tidak bisa berjalan,’’ katanya.


Untuk menopang kebutuhan hidupnya, soim harus mengandalkan jerih payah ibunya yang bekerja sebagai buruh tani.



‘’kerja saya ya hanya serabutan, cuma buruh tani, kalau ada kerjaan ya saya kerjakan, pokoknya apa saja,’’ ujar perempuan yang sudah terlihat tua ini.


Selain mencukupi kebutuhan soim, miatun juga tidak lelah merawat soim. Terkadang ia membersihkan luka di kakinya. Tidak jarang pula setiap malam ia membersihkan nanah yang selalu keluar dari kaki soim.


Kini, soim dan ibunya berharap pihak pemerintah mau memperhatikann nasib dirinya yang sudah 23 tahun menderita akibat penyakit aneh di kakinya.



‘’kalau bisa pemerintah mau mengobati anak saya sampai sembuh,’’ kata miatun dengan berharap.


Hal senada juga disampaikan oleh soim. Namun ia juga berpesan, jika memang ada pihak yang menyembuhkan, ia berharap nantinya kaki kanannya tidak diamputasi.


‘’saya takut nanti kaki saya dipotong, kalau bisa disembuhkan saja,’’ ujarnya dengan polos. (*)

Sejak dokter mengabari tentang kehamilan, aku berbahagia. Ibu-ibu sangat memahami makna ini dengan baik. Awal kegembiraan dan sekaligus perubahan psikis dan fisik. Sembilan bulan aku mengandungmu.

Seluruh aktivitas aku jalani dengan susah payah karena kandunganku. Meski begitu, tidak mengurangi kebahagiaanku. Kesengsaraan yang tiada hentinya, bahkan kematian kulihat didepan mataku saat aku melahirkanmu.

Jeritan tangismu meneteskan air mata kegembiraan kami. Berikutnya, aku layaknya pelayan yang tidak pernah istirahat. Kepenatanku demi kesehatanmu. Kegelisahanku demi kebaikanmu.

Harapanku hanya ingin melihat senyum sehatmu dan permintaanmu kepada Ibu untuk membuatkan sesuatu.


Masa remaja pun engkau masuki. Kejantananmu semakin terlihat, Aku pun berikhtiar untuk mencarikan gadis yang akan mendampingi hidupmu. Kemudian tibalah saat engkau menikah. Hatiku sedih atas kepergianmu, namun aku tetap bahagia lantaran engkau menempuh hidup baru.


Seiring perjalanan waktu, aku merasa engkau bukan anakku yang dulu. Hak diriku telah terlupakan. Sudah sekian lama aku tidak bersua, meski melalui telepon. Ibu tidak menuntut macam-macam. Sebulan sekali, jadikanlah ibumu ini sebagai persinggahan, meski hanya beberapa menit saja untuk melihat anakku.


Ibu sekarang sudah sangat lemah. Punggung sudah membungkuk, gemetar sering melecut tubuh dan berbagai penyakit tak bosan-bosan singgah kepadaku. Ibu semakin susah melakukan gerakan.
Anakku…Seandainya ada yang berbuat baik kepadamu, niscaya ibu akan berterima kasih kepadanya. Sementara Ibu telah sekian lama berbuat baik kepada dirimu. Manakah balasan dan terima kasihmu pada Ibu ? Apakah engkau sudah kehabisan rasa kasihmu pada Ibu ? Ibu bertanya-tanya, dosa apa yang menyebabkan dirimu enggan melihat dan mengunjungi Ibu ? Baiklah, anggap Ibu sebagai pembantu, mana upah Ibu selama ini ?
Anakku..


Ibu hanya ingin melihatmu saja. Lain tidak. Kapan hatimu memelas dan luluh untuk wanita tua yang sudah lemah ini dan dirundung kerinduan, sekaligus duka dan kesedihan ? Ibu tidak tega untuk mengadukan kondisi ini kepada Dzat yang di atas sana. Ibu juga tidak akan menularkan kepedihan ini kepada orang lain. Sebab, ini akan menyeretmu kepada kedurhakaan. Musibah dan hukuman pun akan menimpamu di dunia ini sebelum di akhirat. Ibu tidak akan sampai hati melakukannya
,
Ingatlah saat engkau berada di perut ibu. Ingat pula saat persalinan yang sangat menegangkan. Ibu merasa dalam kondisi hidup atau mati. Darah persalinan, itulah nyawa Ibu. Ingatlah saat engkau menyusui. Ingatlah belaian sayang dan kelelahan Ibu saat engkau sakit. Ingatlah ….. Ingatlah…. Karena itu, Allah menegaskan dengan wasiat : “Wahai, Rabbku, sayangilah mereka berdua seperti mereka menyayangiku waktu aku kecil”.
anakku,,,… ibu sangat merindukanmu…

bila kita marah pada ayah,,,,,,

Biasanya anak-anak yang jauh dari orang tuanya merasa kangen sekali dengan Ibunya.

Lalu bagaimana dengan Ayah?

Mungkin Ibu lebih sering menanyakan keadaan anaknya setiap hari.
Tapi taukah kamu jika Ayahmu yang mengingatkannya untuk menelfonmu?

Mungkin Ibu yang lebih sering mengajakmu bercerita,
Tapi taukah kamu sepulangnya ia bekerja, dengan wajah lelah, ia selalu menanyakan kabarmu dari Ibumu?

Waktu kecil...

Ayah mengajari putri kecilnya bermain sepeda.
Setelah dia mengganggap kamu bisa, ia melepaskan roda bantu di sepedamu.
Saat itu Ibu menutup mata karena takut anaknya terjatuh lalu terluka.
Tapi Ayah dengan yakin menatapmu mengayuh sepeda dengan pelan karena dia tahu putri kecilnya pasti bisa.

Saat kamu menangis meronta meminta boneka yg baru,
Ibu menatapmu iba,
tetapi Ayah mengatakan dengan tegas, "Kita beli nanti, tapi tidak sekarang."
Karena ia tidak ingin kamu menjadi manja dengan semua tuntutan yang selalu dipenuhi.

Ketika kamu remaja...

Kamu mulai menuntut untuk keluar malam.
Lalu Ayah mulai bersikap lebih tegas ketika mengatakan "Tidak".
Itu untuk menjagamu karena kamu adalah sesuatu yang berharga.
Lalu kamu masuk ke kamar membanting pintu.
Tapi yang datang mengetok pintu dan membujukmu adalah Ibu.
Tahukah kamu saat itu dia memejamkan matanya dan menahan diri,
karena dia sangat ingin mengikuti keinginanmu.
Tapi lagi-lagi... dia harus menjagamu.

Saat seorang cowok mulai sering datang mencarimu,
Ayah akan memasang wajah paling cool sedunia.
Dan sesekali menguping atau mengintip saat kmu sedang brdua di ruang tamu.
Tahukah kamu, dia merasa cemburu?

Dan saat dia melonggarkan sedikit peraturan, kamu melanggar jam malamnya.
Ia duduk di ruang tamu, menunggumu pulang dengan sangat, sangat khawatir.
Wajah khawatir itu mengeras ketika melihat putri kecilnya pulang terlalu larut.
Dia marah.
Karena hal yang ditakutinya akhirnya datang...
"Putri kecilnya sudah tidak ada lagi"

Saat Ayah sedikit memaksamu untuk menjadi seorang dokter,
Ketahuilah bahwa ia hanya memikirkan masa depanmu nanti.
Tapi toh dia tetap tersenyum saat pilihanmu adalah menjadi seorang penulis.

Sampai saat Ayah harus melepasmu di bandara.
Bahkan badannya terlalu kaku untuk memelukmu.
Ia hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini-itu.
Dia ingin menangis seperti Ibu yang menangis dan memelukmu erat.
Tapi dia hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya dan menepuk pundakmu,
berkata, "Jaga diri baik-baik",
Agar kamu kuat untuk pergi.

Saat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu,
orang pertama yang mengerutkan kening adalah Ayah.
Berusaha mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan yang lain.

Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru,
dan ia tau ia tidak bisa memberikan.
Dia sangat ingin mengatakan, "Iya, Nak, Nanti kita beli"
dan saat kata-kata yg keluar adalah "Tidak bisa" dari bibirnya.
Tahukah kamu,ia merasa gagal membuat anaknya tersenyum?

Ayah terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak,
berkata, "Sudah dibilang jangan minum air dingin!".
Berbeda dgn Ibu yg memperhatikanmu dengan lembut.
Ketahuilah saat itu ia benar-benar khawatir dengan keadaanmu.

Dan di saatnya nanti kamu wisuda sebagai seorang sarjana,
Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.
Dia yang tersenyum bangga dan puas melihat "Putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa dan telah menjadi seseorang."

Sampai saat seorang teman hidupmu datang dan meminta izin mengambilmu darinya.
Ayah akan sangat berhati-hati memberikan izin.
Karena ia tahu laki-laki itu yang nanti akan menggantikannya.

Dan saat Ayah melihatmu duduk di panggung pernikahan bersama seseorang yang dianggapnya pantas menggantikannya.
Ayah pergi ke belakang panggung dan menangis...
"Tugasku telah selesai dengan baik. Putri kecilku yang lucu telah menjadi wanita yang cantik."

Ayah hanya bisa menunggu kedatanganmu dan cucu-cucunya sesekali untuk menjenguknya.
Dengan rambut yang telah memutih dan badan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya.

Q sayang padamu ayah,,,,,,,,,